Rabu, 12 Juli 2017

Apa Itu Pola Pikir


Pola pikir —juga dikenal dengan istilah mindset — adalah cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi, dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra kita. Pola pikir itu bekerja bagaikan ramalan bintang di kepala kita. Sewaktu kita hanyut dalam samudra informasi maka pikiran mencari arah dengan berpegangan pada pola pikir yang sudah terbentuk sebelumnya. Pola pikir itu untuk menjaga pikiran agar tetap berada pada jalur yang sudah menjadi keyakinan kita dan mendukung pencapaian tujuan yang menjadi pilihan kita.

Pola Pikir adalah cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisi, mempersepsi, dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra.
Pola pikir adalah cara pandang seseorang mengenai hal apapun.
Pola pikir positif dan negatif. Pola pikir positif (positif thanking) dan pola pikir negatif (negatif thanking) memang mempunyai dampak yang berbeda dalam menyikapi persoalan atau dalam mencapai kesuksesan dalam hidup. Berikut ini contoh bedanya kedua pola fikir tersebut.

a. Dalam menyikapi kegagalan/ketidak berhasilan dalam hidupnya: 

1. Positif: Saya memang masih harus Tabah dan sabar dalam menerima kegagalan. Masih semangat untuk berusaha ikhtiar. 

2. Negatif: Nasib saya memang jelek, keberuntungan tidak berpihak pada diri saya. Cenderung putus asa. 

b. Dalam menyikapi kondisi semisal ada dalam satu gelas berisi air setengah gelas untuk diminum. 

1. Positif: Masih ada air walau setengah gelas, bisa menghilangkan rasa haus. Bersukur berterima kasih. 

2. Negatif: hemm air hanya setengah gelas, tidak terlalu berarti untuk diminum menghilangkan rasa haus. Menggerutu. 

c. Dalam menyikapi orang yang menjahati dirinya : 

1. Positif: Orang itu masih belum tau bagaimana hidup yg baik, semoga sadar akan kesalahannya. Cenderung memaafkan tidak emosi dalam menyikapi. Yakin bahwa Allah itu adil, tanpa kita membalasnyapun Allah pasti akan membalaskan setimpal dengan kejahatannya, kita yang dijahati akan diganti dengan kebaikan yang membahagiakan.

2. Negatif: Dasar Orang itu memang jahat tak tau diri, perlu dilawan diambil tindakan.

Ayo praktek :
1. "Ketika anda sedang naik bus Jogja-Solo, sekitar Klaten melihat ada seorang wanita (umur kira-kira 27 tahun) sedang menangis dipinggir jalan".
Apa yang anda pikirkan? Jelaskan

2. Ketika sedang antri perpanjangan SIM, di samping persis tempat duduk kita, ada seorang wanita pakai baju seksi dan rok jauh di atas lutut. Make up nya menor dan tebal.
Apa yang anda pikirkan? Jelaskan

NASA MEMANG BEDA DENGAN YANG LAIN



Di PT NASA itu :
1.Bukan member get member, jadi walaupun punya member jutaan orang, tetap saja tdk akan dapat bonus perekrutan walau 1 rupiahpun.

2.Orang tertarik dgn NASA karena produknya terbukti dibutuhkan dan lebih banyak manfaatnya dari pada harganya, bukan krn tertarik permainan uangnya krn jg di NASA tdk ada permainan uang.

3.Orang NASA tdk dikejar2 tutup point dan dikejar2 pertemuan2 krn produlnya sangat bermanfaat, tdk seperti perusahaan lain yg orang menumpuk produk bukan krn tertarik produknya tetapi krn tertarik permainan uangnya.

4.Bonus NASA bukan didapat dari mendholimi orang lain tetapi dari ALOKASI UANG JASA IKLAN yg biasanya diberikan ke media masa sperti TV, Koran, Radio, dll, dan JATAH itu diberikan ke distributor sebagai bonus karena berjasa telah mengiklankan sehingga terjadi penjualan.

5. Yang atas belum tentu kebagian bonus dari omzet bawahnya jk tdk memenuhi syarat tertentu. Jadi siapapun entah orang baru atau lama punya kesempatan yg sama utk sukses.

CARA MEMULAI BISNIS NASA











EDIFIKASI

 .
Edifikasi = Membangun / “memberi kekuatan” / mempromosikan / “memuji prestasi yang sebenarnya dan tidak berlebihan”/ menghormati sesuatu. 
. Edifikasi merupakan salah satu dari SISTEM, prinsip dasar & kunci vital Anda bekerja sebagai pembangun jaringan (Network Builder).
 . Edifikasikan selalu sponsor / LeaderAnda, perusahaan Anda, partner bisnis Anda, cross line Anda, buku-buku positif dan juga pertemuan2 yang diadakan oleh upline2 Sukses anda. . Contoh Edifikasi :
. Sebelum Anda meminta bantuan presentasi kepada Leader Anda, ceritakan terlebih dahulu mengenai kelebihan-kelebihan Leader Anda tersebut (prestasi asli / tidak dibuat-buat / tidak bohong).
 . Misalnya Anda boleh bicara pada prospek Anda, upline saya yang akan mengajarkan kita bisnis nanti adalah orang yang sudah pengalaman melebihi saya, yaitu beliau walaupun masih mahasiswa tetapi sudah menjadi pengusaha, yang bisa membiayai dirinya sendiri bahkan sudah bisa ngasih ke orang tuanya, (menabung, beli tanah, mobil, dll ……) yang beliau bimbing banyak yang telah berhasil sukses-sukses, karena beliau lebih berpengalaman dalam bisnis ini maka suatu kehormatan bagi kita semua karena beliau mau meluangkan waktunya untuk menjelaskan bisnis yang sangat luar biasa ini kepada kita. … dan lain-lain contoh, tidak hanya seperti diatas … . Hal ini bertujuan agar prospek Anda mau mendengarkan, respek atau menanggapi apa yang disampaikan oleh Leader Anda karena pada umumnya 95% orang bergabung di bisnis ini ketika sudah paham.
Dan kemungkinan mereka pasti paham karena mereka mau mendengarkan Leader kita yang sudah kita edifikasi. Ciri sukses bahwa edifikasi sudah berjalan dengan baik adalah presenter merasa nyaman ketika mempresentasikan bisnis ini.
 . Jangan pernah mengedifikasi diri sendiri, karena akan terkesan Anda sombong. Semua orang tidak suka orang sombong. Mintalah partner bisnis Anda untuk edifikasi Anda. kalau terpaksa tidak ada yang mengedifikasi Anda, edifikasilah para Leader. Anda boleh menceritakan hasil yang Anda peroleh di bisnis ini, hanya jika ditanya oleh prospek Anda. itupun juga singkat saja. Kemudian satu hal yang tidak boleh terlupakan, misalkan ketika Anda diedifikasi oleh partner bisnis Anda, Anda harus edifikasi balik partner bisnis Anda tersebut. kalau tidak, semua partner bisnis Anda kalau minta bantuan ke Anda terus. Anda akan sibuk sendiri & duplikasi tidak akan berjalan lancar karena semua jaringan Anda bertumpu pada Anda, padahal Anda memiliki waktu & tenaga yang terbatas. hal ini bertujuan agar partner bisnis Anda meminta bantuan tidak hanya ke Anda, sehingga duplikasi akan berjalan

PERBEDAAN NETWORK MARKETING DAN SISTEM PIRAMIDA


Network Marketing

1.      Sudah dimasyarakatkan dan diterima hampir di seluruh dunia.
2.      Berhasil meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan para anggotanya dari level atas sampai bawah.
3.      Keuntungan / keberhasilan distributor ditentukan dari hasil kerja dalam bentuk penjualan / pembelian produk / jasa yang bernilai dan berguna bagi konsumen.
4.      Setiap orang hanya berhak menjadi distributor sebanyak SATU KALI saja.
5.      Biaya pendaftaran tidak mahal, masuk akal dan diberikan starter kit yang senilai. Biaya pendaftaran tidak dimaksudkan untuk memaksakan pembelian produk dan bukan untuk mencari untung.
6.      Keuntungan yang didapat distributor berdasarkan hasil penjualan dari setiap anggota jaringannya (berdasar omzet).
7.      Jumlah orang yang direkrut menjadi anggota tidak dibatasi, tetapi dianjurkan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.
8.      Setiap distributor sangat tidak dianjurkan bahkan dilarang menumpuk barang (inventory loading) karena di dalam penjualan langsung yg terpenting adalah produk yang dibeli bisa dipakai dan dirasakan kegunaannya oleh konsumen.
9.      Proram pembinaan distributor sangat diperlukan agar didapat anggota yang berkualitas tinggi (menjadi pengusaha).
10. Pelatihan produk menjadi hal yang sangat penting karena produk harus dijual sampai ke tangan konsumen.
11. Seorang upline sangat berkepentingan dengan meningkatnya kualitas dari para downlinenya. Kesuksesan seorang upline terjadi jika bisa mensukseskan downlinenya.
12. Merupakan salah satu bentuk peluang usaha yang baik dimana setiap distributor harus terus melakukan pembinaan untuk jaringannya. Tidak bisa hanya menunggu.
13. SISTEM PIRAMIDA / MEMBER GET MEMBER / ORANG MAKAN ORANG
14. Sudah banyak negara yang melarang dan menindak perusahaan dg sistem ini.
15. Hanya menguntungkan orang yang lebih dahulu bergabung di atas kerugian yang mendaftar belakangan.
16. Keberhasilan anggota ditentukan dari seberapa banyak yang bersangkutan merekrut orang lain yang menyetor sejumlah uang seperti terbentuk skema piramida.
17. Setiap orang boleh mendaftar berkali-kali dalam satu waktu (beli KAVLING).
18. Biaya pendaftaran anggota sangat tinggi, biasanya disertai dengan produk yang harganya tidak wajar. Jika seseorang dapat merekrut orang lebih banyak barulah memperoleh keuntungan.
19. Keuntungan yang didapat anggota dihitung berdasarkan sistem rekruting seperti terbentuk format tertentu (PIRAMIDA).
20. Jumlah anggota yang direkrut dibatasi. Jika ingin merekrut lebih banyak lagi harus menjadi anggota (beli kavling) lagi.
21. Setiap anggota dianjurkan untuk menjadi anggota berkali-kali dimana setiap jadi anggota harus membeli produk dengan harga yang tdk masuk akal. Hal ini menyebabkan banyak sekali anggota yang menimbun barang & tidak terpakai.
22. Tidak ada program pembinaan yang memadai karena yang diperlukan hanya rekruting saja.
23. Tidak ada pelatihan produk. Sebab komoditas hanyalah rekrut anggota. Produk hanya dijadikan kedok saja.
24. Para upline hanya mementingkan rekruting orang baru saja. Apakah downline berhasil atau tidak bukan menjadi perhatian upline KARENA mendapatkan bonus dari perekrutan, sehingga jika seseorang sudah mendaftar (diperas uangnya untuk dibagi-bagikan) maka tidak ada urusan lagi mau aktif atau tidak aktif, pikirannya hanya rekrut dan dapat uang perekrutan. Titik.
25. Bukan merupakan peluang usaha, karena yang dilakukan lebih menyerupai untung-untungan saja, dimana yg dilakukan hanya membeli kavling dan selanjutnya menunggu.

PENTINGNYA EDIFIKASI UPLINE

  
Oleh: Ikhsan Budi Santosa


Coba bayangkan!!!
Jika semua anggota Group whatsapp Anda pada share info-info semuanya.
Apa perlu dicoba?
Ini masalah keadilan…
Jika ada yang bisa rutin share info, kenapa yang lain tidak boleh? 256 anggota group whatsapp Anda semuanya rutin tiap pagi share di group ini.
Ayo bayangkan segera!!!

Jika ada info-info yang tidak sejalan dengan judul Group, misal: judul Group nya PERCEPATAN CROWN DIAOMOND atau CROWN DIAMOND DIRECTORE qualified hanya bisa diraih dengan cara SISTEM. Jika yang di share masalah Sistem, misalnya foto-foto pelatihan KDI, NDO, Leadres Club, dan semacam itu, HARUS SESUAI DENGAN JUDUL GROUP. Karena itu mengolah Polapikir dan Sikap, yang mempengaruhi 95% kesuksesan

Sedangkan jika info-info tersebut, misalkan: hanya berhubungan dengan jualan, maka menurut buku-buku Network, itu hanya mempengaruhi kesuksesan sebesar 5% saja. Oleh sebab itu, siapapun jika bertemu saya lewat apa saja, lewat online atau offline pasti yang saya bicarakan adalah Polapikir dan Sikap.

Kegiatan share-share adalah berhubungan dengan Sikap. Dan sikap itu akan diduplikasi ke semuanya sehingga akan menjadi kegiatan masal, dengan prinsip keadilan : sana boleh sini harusnya juga boleh.

Silahkan share sebanyak-banyaknya info yang ada di group. Itu termasuk menabung kebaikan. Tetapi harus sesuai dengan judul group
Misalnya share kegiatan-kegiatan system contoh : share masalah Sistem seperti foto-foto pelatihan KDI, NDO, Leadres Club, dan semacam itu itu SESUAI DENGAN JUDUL GROUP

Upline aktif saya hanya Pak Ali dan Pak Agung. Saya belum pernah ke rumah Pak Agung. Dan yang mengajari saya ilmu macam-macam tentang NASA adalah hanya Pak Ali. Dan pada awal-awal menjalankan bisnis NASA ini, saya adalah bocah yang kontrang-kantringan. Kemana-mana sendiri, sepi. Kemanapun, mau ngapain selalu sendiri. Dan dirumah Pak Ali sewaktu KDI, dari situlah saya dapat ilmu-ilmu. Kemudian saya praktekkan dengan sendiri, sepiiii. Naik motor sendiri, mendatangi dan prospek sendiri, mendapatkan frontline-frontline saya sendiri, follow up ndatang-ndatangi downline-downline sendiri, dan lain-lain sendiri, kontrang-kantringan.

Kenapa Pak Ali tidak saya usung-usung, tidak saya minta ikut bersama saya membantu presentasi, membantu memprospek, membantu ndatang-ndatangi dan followup?
Karena berdasarkan buku-buku network yang banyak saya baca, posisi upline sukses itu akan lebih berguna, akan lebih ber-energi, lebih memiliki kekuatan untuk membantu kemudahan bisnis NASA kita jika dia dirumahnya saja. Kalau upline sukses saya (pak Ali) saya ewer-ewer kemana-mana maka itu menjatuhkan Edifikasi. Padahal Edifikasi itu nomer 1 hal yg paling penting untuk menggerakkan bisnis kita ini. Saya tahu pak Ali tidak butuh Edifikasi, yang butuh Edifikasi pak Ali itu saya.

Karena dengan saya selalu Edifikasi pak Ali maka para prospek, para downline, jaringan akan rindu dan semakin rindu untuk segera ketemu pak Ali karena didorong impian yang menggelora yang ingin segera berjumpa, bisa meraih impiannya itu. Dan ilmu-ilmunya ada di pak Ali, karena pak Ali sudah berpengalaman mensukseskan ribuan orang.

Jadi tidak akan mungkin saya lakukan hal-hal seperti ini :
Pak ini ada nomer WA teman saya, mohon di prospek
atau
Pak ini ada downline saya mohon di follow up

Itu artinya tidak ada Edifikasi sama sekali. Kalau ada Edifikasi maka orang-orang yang rindu yang peNASAran yang menggelora ingin segera ketemu Pak Ali
karena sudah di Edifikasi dan sampai penuh kekuatan untuk ketemu Pak Ali, maka Pak Ali akan mudah memberi ilmu dan mengarahkan untuk secepatnya bisa sukses dan tahu jalan suksesnya. Tetapi jika tanpa Edifikasi, maka Pak Ali datang kerumahnya saja, orang itu mungkin malah tidak menghargai Pak Ali. Bisa jadi malah ditinggal pergi, karena tidak tahu Pak Ali itu siapa, dan mau ngapain?
Padahal Pak Ali jaringannya sudah ratusan ribu orang. Sungguh tidak efektif jika pak Ali kita ewer-ewer kemana-mana. Padahal dahulu, bisa saja saya berdalih : lho Pak.. Pak Ali kan upline saya terdekat yang aktif seperti sponsor saya langsung, tanpa Pak Ali tidak ada orang lain lagi yang bisa menemani saya.

Lha kalau teman-teman disini yang punya upline aktif yang banyak seharusnya sangat bersyukur, banyak pilihan upline..

A (mbah canggah)
 I
B (mbah buyut)
 I
C (simbah)
 I
D (orang tua)
 I
E (anak)

Yang paling wajib membantu adalah orang tua sendiri yang melahirkan.
Karena bisa jadi mbah canggah, mbah buyut, simbah => punya anak kandung juga yang masih bayi2 / masih kecil-kecil, yang belum bisa mandiri => lebih wajib mengurusi anak kandung sendiri, karena dialah yang melahirkan.
KONSULTASI boleh ke mbah canggah, mbah buyut, simbah => boleh setiap saat untuk konsultasi, bahkan rutin konsultasi

Seperti Team Voly :
ada yang spesialis menerima bola
ada yang spesialis mengumpankan bola
ada yang  spesialis menyemet bola
Good team player

Kalau Voly semuanya dilakukan sendiri, ya nerima bola, ya ngumpan sendiri, ya nyemet sendiri => pasti tidak akan pernah menang, tidak akan sukses.

Senin, 10 Juli 2017

Strategi Menabung


Seperti biasa, setiap akhir bulan, Ayu merasa senang menerima gaji. Dia merasa
jerih payahnya dalam bekerja ada hasilnya. Sudah terbayang apa yang akan
dilakukannya dengan gajinya tersebut. Beli beras, bayar listrik, bayar telepon,
belanja sehari-hari, dan lain-lain. Tapi setelah uang gajinya dipisah-pisahkan dalam
beberapa amplop untuk setiap kebutuhan, sisanya tidak banyak lagi. Kalau melihat
sisa gajinya, perasaan senangnya berkurang.
Uang itu tidak cukup untuk membeli sepatu baru. Sepatunya memang sudah harus
diganti. Sudah tidak layak pakai. Kemana pun dia pergi, Ayu selalu membawa lem
untuk merekatkan sol sepatunya kalau-kalau lepas. Sudah dua kali dia mengalami
lepas hak sepatu ketika sedang berjalan menuju kantornya. Kejadian pertama
membuatnya pusing. Untung tak jauh dari tempat kejadian Ayu menemukan penjual
lem. Sejak saat itu, dia selalu membawa lem dalam tasnya.
Padahal, kalau dihitung, sudah tiga tahun Ayu bekerja. Tapi hasilnya belum terasa.
Gajinya habis melulu. Setiap akhir bulan, dia berharap-harap cemas agar uang gaji
diberikan tepat waktu. Terlambat sehari saja, bisa runyam deh. Dia pernah hanya
makan tahu goreng untuk makan siang di kantor karena gaji baru dibagikan
keesokan harinya, sedangkan uangnya pas-pasan untuk biaya pulang.
Kemarin ada kejadian yang mengubah hidupnya. Reni teman sekantornya sedang
dilanda musibah. Suaminya menderita penyakit usus buntu dan harus dioperasi.
Pulang dari dokter sudah hari Sabtu malam. Segera Reni membawa suaminya ke
rumah sakit. Reni tidak punya kartu kredit. Kartu ATM-nya juga baru saja hilang.
Reni bingung karena keesokan harinya hari Minggu sedangkan besok dia harus
membayar uang muka untuk rumah sakit. Senin dia baru akan pinjam uang ke kantor.
Di rumah, Reni mengeluh karena dia tidak tahu bagaimana mendapat uang muka
untuk rumah sakit. Pembantunya mendengar hal itu dan bertanya berapa yang
dibutuhkan Reni. Reni mengatakan perlu dua juta rupiah. Tanpa disangka,
pembantunya mengatakan:"Ibu pakai uang saya aja". Reni terkejut. "Kamu punya
uang dua juta?", tanya Reni. "Ada Bu. Saya ambilkan sebentar", dan pembantunya
mengambil dari dompetnya sejumlah dua juta lalu memberikannya kepada Reni.
Reni sampai menangis karena terharu. Uang itu tabungan pembantunya.
Di kantor, Reni menceritakan kejadian itu pada Ayu. Ayu juga heran. Pembantu Reni
punya tabungan sebesar lebih dari dua juta rupiah? Ayu malu, kalau dibandingkan
dengan dirinya sendiri, sungguh jauh bedanya. Berapa gaji seorang pembantu
rumah tangga? Gaji Ayu pasti lebih besar. Tapi berapa jumlah uang tabungan Ayu?
Paling-paling dua ratus ribu. Itupun akan dipakainya sebagian untuk beli sepatu. Tapi,
pembantu Reni bisa menabung dua juta rupiah? Benar-benar ajaib.
Ayu penasaran. Dia bertanya kepada Reni bagaimana cara pembantunya menabung
sehingga berhasil memiliki tabungan sebanyak itu. Reni juga penasaran, ingin tahu
bagaimana caranya. Reni pun bertanya kepada pembantunya mengenai kiat
menabung.
Ternyata, cara pembantu Reni menabung sangat sederhana. Berapapun gaji yang
diperolehnya, sepuluh persen selalu ditabung. Dia punya dompet khusus untuk
menabung. Sekali uang sudah masuk ke dompet itu, maka pembantu Reni
menganggap uang itu sudah hilang. Jadi betapapun dia tidak punya uang, sekalipun

gajinya sudah habis, dia tidak pernah mengambil uang tabungannya. Karena
baginya, uang itu sudah tidak ada. Sudah bukan miliknya lagi.
Reni bertanya, bagaimana kalau sisanya memang tidak cukup untuk segala
keperluannya. Dengan sederhana, pembantunya menjawab, "Cukup atau tidak,
pokoknya sepuluh persen saya tabung. Saya anggap hilang." "Kamu tidak tergoda
untuk memakai uang itu?", tanya Reni. "Kadang-kadang memang ingin pakai, tapi
saya anggap bukan uang saya lagi kok."
Ayu tergerak hatinya. Kejadian itu menimbulkan inspirasi baru. Ayu juga ingin meniru
cara menabung sederhana yang diterapkan pembantu Reni. Dua bulan lalu Ayu
menyisihkan sepuluh persen dari gajinya untuk ditabung. kemudian dia akan
melupakannya. Dia akan menganggapnya hilang. Tapi ternyata di akhir bulan,
uangnya habis. Untuk naik bis ke kantor saja tidak ada lagi. Akhirnya terpaksa uang
tabungannya diambil lagi.
Ternyata sulit ya menabung. Ayu mencoba lagi, bulan lalu dia kembali menyisihkan
bukan sepuluh persen, tapi lima persen saja. Selain itu dia merubah gaya hidupnya.
Biasanya setiap pagi Ayu sarapan di dekat kantornya. Tapi sejak bulan lalu, dia
makan di rumah atau membawa makanan dari rumah. Ayu sempatkan membuat nasi
goreng. Kadang dibawanya ke kantor. Malah ada beberapa temannya yang ingin
pesan nasi goreng buatannya. Ayu tidak keberatan, lumayan untuk tambah biaya
transport.
Ternyata berhasil. Uang tabungannya tidak terganggu. Ayu berniat terus menabung
lima persen dari gajinya tiap bulan. Yang penting niat. You can if you think you can!
Sumber: Strategi Menabung oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting &
Training Specialist

Setiap Langkah Adalah Anugrah


Setiap Langkah Adalah Anugerah Seorang profesor diundang untuk berbicara di
sebuah basis militer pada tanggal 1 Desember. Di sana ia berjumpa dengan seorang
prajurit yang tak mungkin dilupakannya, bernama Ralph.
Ralph yang dikirim untuk menjemput sang profesor di bandara. Setelah saling
memper kenalkan diri, mereka menuju ke tempat pengambilan kopor. Ketika berjalan
keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya. Ia membantu
seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua
anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas. Ia juga menolong orang yang
tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, ia kembali ke sisi
profesor itu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. "Dari mana Anda belajar
melakukan hal-hal seperti itu ?" tanya sang profesor. "Melakukan apa ?" kata Ralph.
"Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu?" "Oh," kata Ralph, "selama perang,
saya kira."
Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya
saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per
satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya. "Saya belajar untuk
hidup di antara pijakan setiap langkah," katanya. "Saya tak pernah tahu apakah
langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir, sehingga saya belajar untuk
melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan
memijakkan kaki. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru,
dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini."
Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana
kita menjalani kehidupan yang berkualitas
Oleh: Barbara Brown Taylor

Mengejar Sukses


Bangkitlah, karena hal itu adalah tugasmu. Kami akan mendampingi engkau. Kuatkanlah hatimu, dan
bertindaklah! ~ Ezra
Hal apa yang paling diinginkan semua umat manusia? Jawabannya: sukses. Sukses
telah menjadi impian bahkan kebutuhan mutlak setiap manusia. Berbagai jenis
pendidikan diambil, beragam jenis pekerjaan ditekuni demi mencapai kesuksesan.
Sayangnya, meski semua manusia ingin sukses, tidak semuanya memahami apa itu
kesuksesan. Bahkan, dalam ratusan seminar dan training yang saya bawakan, saya
sering menemukan beragam definisi tentang apa itu kesuksesan. Tidak sedikit yang
masih menganggap kesuksesan identik dengan punya harta banyak. Bisa jadi
mereka mungkin lupa atau tidak sadar mengenai begitu banyak orang kaya (secara
materi) yang hidup daam stres, depresi hingga mati dengan cara bunuh diri. Ironis!
Ada juga yang menganggap sukses identik dengan meraih sebuah prestasi atau citacita.
Terhadap definisi ini, saya sering balik bertanya, "Bagaimana dengan Michael
Jordan yang sudah meraih semua prestasi puncak dalam olahraga basket? Atau
produser sekaligus sutradara terkenal semacam Steven Spielberg yang sudah
meraih penghargaan tertinggi sebagai seorang sineas? Mengapa Jordan masih
bermain basket dan Spielberg masih juga memproduksi film lainnya?"
Seiring perjalanan hidup, saya semakin menyadari kalau sukses sangatlah berbeda
dengan pengakuan sukses. Dalam buku REACH YOUR MAXIMUM POTENTIAL,
saya menulis bahwa sukses adalah sebuah perjalanan (success is a journey).
Sukses bukanlah sebuah tujuan akhir (success is not a destination).
Perjalanan sukses itu akan sangat berarti jika kita senantiasa melakukan yang
terbaik yang bisa kita lakukan. Dengan kata lain, sukses adalah perjalanan untuk
menemukan sekaligus mengembangkan talenta yang sudah Tuhan percayakan pada
setiap kita dan menjadikannya berkat bagi hidup sesama. Mentor saya, Dr. John C.
Maxwell pernah mengatakan kalau sukses terdiri dari tiga hal penting, yakni
mengetahui tujuan hidup Anda (knowing your purpose in life), bertumbuh menggapai
potensi maksimal Anda (growing to your maximum potential), dan menaburkan benih
yang membawa keuntungan bagi orang lain (sowing seeds that benefit others).
Bertolak dari definisi sukses adalah sebuah perjalanan maka seorang mahasiswa
tidak boleh berkata dia akan sukses jika ia diwisuda. Mengapa? Jika ia berkata
demikian, maka pada saat ia diwisuda kemungkinan besar ia akan medefinisikan
ulang kesuksesannya dengan berkata, "Saya akan sukses jika saya sudah dapat
pekerjaan".
Hal tersebut dapat terus berlanjut. Misalnya setelah mendapatkan pekerjaan ia akan
berkata kalau ia akan sukses jika ia sudah menjadi manager di perusahaan tersebut.
Ketika jadi manager, ia akan berkata, ia akan sukses jika ia menjadi direktur. Tatkala
menjadi direktur, ia berkata, ia akan sukses jika ia berhasil membawa
perusahaannya menjadi nomor satu dalam hal penjualan, dan seterusnya. Cara
pandang seperti ini bisa jadi akan membuatnya stres karena ia merasa belum meraih
apa-apa.
Jika seseorang telah melakukan yang terbaik sepanjang perjalanan hidupnya ia
sebenarnya sudah sukses. Dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari ke
hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, jika ia senantiasa melakukan yang terbaik, ia

sebetulnya sudah sukses hanya mungkin ia belum mendapatkan pengakuan atas
kesuksesannya. Persis sebuah pepatah bijak mengatakan, "You can become the
star of the hour if you make the minutes count." Ya, Anda dapat menjadi bintang
pada jam ini jika Anda menjadikan setiap menitnya berarti.
Lalu bagaimana dengan wisuda? Itu adalah pengakuan atas kesuksesan seorang
mahasiswa yang telah menjalani masa studinya dengan baik. Saya berikan contoh
lainnya. Ketika saya menulis buku, saya tentu punya target kira-kira berapa halaman
tebal buku tersebut. Saya kemudian mengatur jadwal untuk studi literatur, melakukan
sejumlah wawancara dengan narasumber, membuat kerangka buku,
mempresentasikan kerangka tersebut kepada penerbit, lalu mulai menulis dan
seterusnya.
Jika proses itu saya lakukan dengan sepenuh hati dan saya memberikan upaya
terbaik saya, maka sesungguhnya saya sudah sukses. Halaman demi halaman yang
saya lalui dengan proses kerja keras dan juga kerja cerdas demi memberikan yang
terbaik kepada para pembaca, itu juga sebuah kesuksesan.
Lalu bagaimana dengan pengakuan sukses atas buku tersebut? Salah satunya
adalah ketika buku tersebut memberikan manfaat bagi hidup orang lain sehingga
berbagai pujian datang kepada saya. Salah satu bentuk pujian bisa jadi adalah ketika
buku itu cetak ulang dalam waktu singkat atau masuk dalam kategori buku laris (best
seller).
Sayangnya, orang sering mencampuradukkan antara sukses dan pengakuan
sukses.. Tidak mengherankan jika dalam pertemuan alumni beberapa tahun setelah
wisuda, orang mulai menilai kesuksesan berdasarkan apa yang telah diraih teman
sekampusnya dulu. Misalnya, kalau ia sudah bisa membeli rumah di kompleks
perumahan elit dan memiliki mobil mewah maka oleh teman-temannya ia akan
dikatakan sukses. Padahal, itu adalah pengakuan sukses. Dan, pengakuan itu tidak
akan banyak gunanya jika cara ia memperolehnya tidak baik, misalnya melalui jalan
curang atau korupsi. Bagaimana menurut Anda? ***
Sumber: Mengejar Sukses oleh Paulus Winarto.

Janji dan utang


Hari ini rasanya sungguh aneh. Yulia merasa dikelilingi oleh berbagai kejadian yang
mirip antara satu dengan yang lainnya. Yulia teringat kejadian kemarin waktu dia
pergi ke sebuah mal. Ketika sedang turun melalui tangga berjalan, di hadapannya
terdapat
seorang ibu dan anak perempuannya yang masih kecil. Ibu itu berdiri di depan,
anaknya di belakang bersama seorang babysitter. Anak ini memegang kantong
makanan ringan yang sudah dibuka di tangan kirinya. Agak kerepotan juga karena
lengan kirinya dipegangi sang babysiter. Tangan kanannya berusaha memegangi
kantong makanan ringan tersebut.
Ibunya kemudian menoleh ke belakang dan berkata:"Sini kantong makanannya, ibu
bawakan. Biar tidak repot." Anak itu ragu-ragu sejenak. Tapi setelah berpikir
sebentar, dia mengulurkan tangannya sambil berkata:"Jangan dimakan!". "Nggak",
kata ibunya. Anak itu percaya perkataan ibunya dan menyerahkan kantong
makanannya. Tapi Yulia kaget ketika melihat sang ibu langsung mengambil dan
memakannya. Anak kecil itu berteriak:"Jangan dimakan!". Si ibu hanya tertawa.
Sesampainya di bawah, anak kecil tadi merebut kembali kantong makanan dari
tangan ibunya sambil marah-marah. Yang membuat Yulia sedih, Yulia melihat
ekspresi kekecewaan dalam diri anak tersebut. Janji ibunya yang dipercayainya,
ternyata tidak ditepati.
Mungkin bagi sang ibu, kejadian itu dianggap lucu. Tapi bagi si anak, hatinya luka
dan kecewa. Apa arti sebuah janji kalau tidak bisa dipercaya? Kalau lain kali ibunya
berjanji seperti itu lagi, apakah anaknya bisa percaya?
Ingkar janji
Yulia teringat ketika dia dulu masih kecil. Kebetulan Yulia senang ilmu bela diri. Yulia
memiliki seorang paman yang sangat baik. Statu kali pamannya ini membicarakan
ilmu bela diri Yulia. Pamannya kemudian ingin mengukur kekuatan pukulan Yulia.
Beliau meminta agar Yulia memukul lututnya. Yulia menolak karena tidak ingin
menyakiti
lutut pamannya. Tapi pamannya meyakinkannya bahwa beliau tidak akan sakit.
Dari bimbang, akhirnya Yulia percaya penuh pada pamannya. Dia pun mengepalkan
tinjunya yang kecil dan memukul lutut pamannya dengan keras. Tepat pada saat

tinjunya hampir mengenai lutut sang paman, beliau menggerakkan lututnya dan
menghindar. Kepalan tangan Yulia membentur pinggiran kursi yang terbuat dari kayu.
Sakitnya bukan kepalang. Tapi, yang lebih sakit lagi adalah hatinya. Yulia sangat
kecewa karena pamannya ternyata menipunya. Dia sudah menaruh kepercayaan
penuh pada pamannya, tapi sang paman mengkhianatinya. Tapi pamannya terus
tertawa karena menganggap kejadian itu lucu. Sungguh menyakitkan hati.
Rina, rekan kerja di ruang sebelah juga sedang menggerutu. Rina sudah lama
berteman dengan Meri. Kemarin Meri pindah rumah. Rina yang sudah pernah
merasakan repotnya pindah rumah berniat membantu Meri. Karena itu Rina
mengatakan agar Meri tidak perlu khawatir. Rina pasti akan membantunya
membereskan barang-barang di rumah barunya. Tapi kemarin Rina sibuk sekali di
kantor. Karena itu, sorenya Rina malas ke rumah Meri. Ternyata Meri menelepon
dan menanyakan mengapa Rina tidak datang. Meri menagih janji Rina.
Tapi rupanya Rina tidak suka. Memangnya saya berutang pada Meri? Katanya. Yulia
menjawab :"Janji adalah utang."
Ferdi tadi menelepon. Dulu Ferdi bekerja di kantor tempat Yulia bekerja. Sudah dua
tahun dia di sana. Kemudian dia pindah bekerja di perusahaan lain. Baru dua minggu
dia bekerja di perusahaan yang baru itu. Ketika akan masuk kerja, dia dijanjikan
mobil dan jabatan yang tinggi. Tentu saja Ferdi senang sekali bekerja di perusahaan
tersebut.
Tapi ternyata fasilitas yang sudah dijanjikan tidak sesuai. Tak ada mobil. Ketika Ferdi
menagih ke atasannya sesuai janjinya, malah beliau tersinggung. Katanya, dia kan
tidak berutang apa-apa? Lagipula belum kelihatan hasil kerjanya kok minta mobil.
Kalau ternyata perusahaan berat memberikan mobil, mengapa dulu begitu mudah
mengucapkan janji? Bukankah janji adalah utang?
Di bagian penjualan, pagi tadi ada pelanggan yang marah-marah karena salah
seorang karyawan berjanji akan datang pukul sembilan sambil membawakan formulir
pesanan, ternyata hingga dua hari dia tidak muncul. Ada juga yang marah-marah
karena bagian penjualan berjanji akan menelepon sepuluh menit lagi, eh ternyata
sudah satu jam tidak juga menelepon. Padahal orang tersebut sudah menunggu di
samping pesawat telepon.
Hari ini Yulia belajar sesuatu. Sebagian orang sangat meremehkan janji. Padahal
janji adalah utang yang harus ditepati. Yulia berniat tidak akan terlalu mudah
mengucapkan janji. Dia sadar kadang-kadang janji diucapkan hanya untuk
menunjukkan pada orang lain bahwa dia baik. Tapi Yulia diingatkan, bukan janji yang
membuat orang kagum pada kita. Tapi menepati janji yang pernah diucapkan jauh
lebih berharga. "Janji adalah utang". Keep your promise!
Sumber: Janji dan Utang oleh Lisa Nuryanti

Mendaki Gunung Lempuyang


"Nothing is too high for a man to reach, but he must climb with care and confidence. ~ Tak satu pun
terlalu tinggi untuk dicapai, tetapi ia harus mendaki dengan hati-hati dan percaya diri."~ Hans
Christian Andersen
Gunung Lempuyang berada di ujung timur pulau Bali. Di gunung tersebut berdiri
salah satu pura tertua di pulau Bali, yang dibangun pada jaman pra-Hindu- Budha.
Pura tersebut adalah pura terbesar ketiga setelah pura Besakih dan Ulun Danu Batur.
Lempuyang merupakan akronim dari kata lempu yang bermakna lampu atau sinar
dan hyang berarti Tuhan. Lempuyang berarti sinar suci Tuhan yang terang
benderang. Ada kisah menarik tentang pura di gunung setinggi 1.174 meter itu. Saya
mendengar dari masyarakat di sana tentang sebuah pemotretan di luar angkasa,
yang menangkap sebuah sinar yang sangat terang di ujung timur pulau Bali. Sinar
tersebut dipercaya berasal dari sebuah pura di gunung Lempuyang.
Saya terkesan mendengar tentang kemegahan dan ketinggian pura itu. Terlebih
saya sudah cukup lama tidak pernah mendaki tempat yang cukup tinggi. Saya
berpikir mendaki 1.750 anak tangga adalah tantangan sekaligus kesempatan untuk
kembali berlatih. Maka saya langsung mengiyakan ajakan lima orang teman di Bali
untuk meniti ribuan anak tangga pura tersebut.
Usai memberikan seminar di Singaraja dan Denpasar dalam dua hari, keesokan
harinya kami segera melakukan persiapan pendakian. Sepanjang mempersiapkan
perbekalan, pikiran saya sibuk membayangkan pemandangan alam dilihat dari
puncak salah satu pura tertua di Bali. "Pasti sangat mengagumkan dan luar biasa,"
gumam saya dalam hati.
Proses awal ditandai dengan keinginan untuk meniti setiap tangga supaya sampai ke
puncak pura. Dibutuhkan tenaga dan semangat luar biasa untuk sampai ke sana.
Agar tenaga dan semangat tidak kendor, untuk itu diperlukan sebuah komitmen.
Begitupun dalam upaya berprestasi, sedari awal dibutuhkan komitmen untuk berhasil.
Mario Andretti, seorang pembalap mobil, mengatakan bahwa komitmen
memungkinkan kita mencapai setiap keberhasilan yang kita inginkan: "Desire is the
key to motivation, but it's the determination and commitment to an unrelenting pursuit
of your goal - a commitment to excellence - that will enable you to attain the success
you seek."
Setelah semua perbekalan siap, kami segera berangkat. Kami harus naik ojek untuk
sampai di kaki gunung. Setiba di sana, saya takjub pada ketinggian pura. "Apa
mungkin saya bisa sampai ke puncak pura?" batin saya. Komitmen untuk
menaklukkan gunung tersebut membuat kami tak menunggu lebih lama untuk segera
memulai proses pendakian.
Mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan adalah bagian yang tak
terpisahkan untuk bisa sampai ke puncak pura Lempuyang. Sepatu olahraga dan
minuman adalah dua bagian penting dari keseluruhan persiapan pendakian.
Begitupun untuk meraih keberhasilan, dibutuhkan persiapan. Lucius Annaeus
Seneca mengatakan: "Luck is what happens when preparation meets opportunity.
Keberuntungan akan terjadi ketika persiapan yang sudah matang bertemu dengan
kesempatan."

Setelah itu, menciptakan strategi adalah bagian penting dalam proses pendakian.
Kami membagi pendakian menjadi empat bagian. Proses pendakian mungkin sama,
di mana secara fisik dan mental kami benar-benar diuji. Tetapi dengan menerapkan
strategi tersebut membuat kami bisa memfokuskan energi dan kekuatan pada setiap
bagian. Meskipun cukup melelahkan, tanpa terasa akhirnya kami berhasil melintasi
bagian-bagian terakhir.
Mencapai keberhasilan di bidang lain pun perlu menerapkan strategi. Kita tidak akan
merasa proses itu terasa panjang dan melelahkan, karena strategi yang kita
terapkan menjadikan proses itu terasa menyenangkan. Selain itu, strategi juga
menjadikan pendekatan dan langkah-langkah yang harus kita tempuh lebih efisien
dan tepat sasaran.
Dalam perjalanan pendakian, masing-masing di antara kami saling memotivasi.
Kebetulan salah seorang teman adalah wanita. Dia sempat pucat, tetapi setelah
kami semua memberikan dorongan, akhirnya dia berhasil juga sampai ke puncak.
Saat itu kami juga berpapasan dengan rombongan pelajar yang turun dari puncak.
Kami menyapa mereka dan memberikan ucapan selamat karena sudah berhasil
mencapai puncak. Mereka pun memotivasi kami, "Teruskan, 15 menit lagi pasti
sampai!" Motivasi mereka tentu membuat kami kembali optimis dan bersemangat.
Padahal setelah 15 menit kami juga belum sampai ke puncak.
Motivasi dari orang lain ataupun dari dalam diri kita sendiri membuat kita tidak
mudah menyerah. Saya juga sempat kelelahan saat mendaki pura Lempuyang.
Tetapi saya berusaha memotivasi diri sendiri. "Tahun 2001 saya mampu naik ke
puncak tertinggi Jiayu Pass di Tembok Besar Cina. Maka kali ini saya pasti bisa,"
batin saya. Pengalaman sukses yang lalu memberi dorongan dan semangat yang
luar biasa.
Contoh tersebut sebenarnya membuktikan bahwa kita memiliki kekuatan yang
sangat besar untuk melampaui tantangan sebesar apa pun. Dibutuhkan sebuah
motivasi untuk menggerakkan semua kekuatan itu, entah motivasi dari orang lain
atau dari diri kita sendiri. "Motivation is the fuel, necessary to keep the human engine
running. Motivasi adalah bahan bakar, sangat penting untuk menjaga semangat
manusia tetap menyala," ungkap Zig Ziglar.
Cara yang paling efektif untuk berhasil melampaui tantangan adalah dengan
menikmati proses itu sendiri. Pada waktu mendaki Pura Lempuyang, kami butuh
waktu untuk istirahat, dan benar-benar kami manfaatkan untuk menikmati suasana.
Meskipun hanya ada monyet yang melintas, tetapi kami sangat menikmati semua itu.
Sehingga perjalanan kami tidak terasa terlalu melelahkan dan membosankan.
Akhirnya kami sampai di puncak pura Lempuyang. Cucuran keringat saat berjuang
mencapai puncak terbayar sudah, saat kami melihat pemandangan dari puncak pura
yang sungguh luar biasa. Kami merasa seakan berada di atas awan. Hawa dan
suasananya begitu sejuk dan tenang. Kami lewatkan beberapa saat di puncak pura
Lempuyang untuk merayakan keberhasilan kami. Tetapi kami tentu tidak berlamalama
di sana, karena kami harus segera turun dan memulai aktivitas kami seperti
biasa.
Pengalaman itu sangat berharga, dan saya kira terkait erat dengan proses menuju
puncak keberhasilan berprestasi. Kalaupun kita berhasil mencapai keberhasilan, tak

salah jika kita meluangkan waktu untuk merayakannya. Tetapi sebuah prestasi
bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah proses.
Jadi jangan terlalu lama berada di sana atau merasa sudah cukup puas. Tetapi kita
harus kembali menyusun visi, berkomitmen dan bersiap melaksanakan langkahlangkah
untuk menyongsong kesuksesan berikutnya, dan yang terpenting adalah
menjadi lebih baik dari sebelumnya. "Tidak ada kemuliaan yang dicapai dengan
menjadi lebih baik dari orang lain. Kemuliaan sesungguhnya adalah menjadi lebih
baik dari diri sebelumnya," kata pepatah Tiongkok kuno.[]
Sumber: Mendaki Gunung Lempuyang oleh Andrew Ho.

Kehidupan Baru Dimulai Umur 40 Tahun


"A man is not old until regrets take the place of dreams. - Manusia tidak menjadi tua sampai
penyesalan menggantikan impiannya." Mark Twain, dalam suratnya kepada Edward L. Dimmitt,
tertanggal 19 Juli tahun 1901.
Usia bukanlah faktor penentu kesuksesan atau kebahagiaan seseorang.
Pertambahan usia tidak mengurangi semangat ataupun membuat hati saya risau.
Sampai suatu ketika saya disapa om oleh seorang anak kecil. Saya membatin,
"Rupanya pertambahan usia sudah terlihat dalam penampilan saya."
Apalagi sejak memasuki usia 40 tahun, saya merasa energi dan stamina mulai
menurun. Padahal sebelumnya saya masih merasa segar meskipun sudah
memandu sebuah seminar yang diselenggarakan selama selama 2 hari 1 malam.
Penurunan fungsi organ tubuh juga saya rasakan ketika membaca buku tiba-tiba
hurufnya kabur. Setelah saya angkat agak jauh barulah kelihatan.
Saya terpaksa berobat ke dokter spesialis mata. Tetapi dokter menyatakan saya
harus mengenakan kacamata plus ukuran 1,5. Ketika saya bertanya apakah ada
alternatif lain untuk memperbaiki kondisi mata saya, misalnya operasi atau terapi?
Dengan santai tetapi tegas dokter itu menjawab tidak bisa. Jawaban itu seketika
membuat saya seakan-akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
Kemudian salah seorang teman saya mengomentari, "Nasi sudah jadi bubur, mata
basi sudah jadi kabur. Kehidupan dimulai di usia 40 berarti mulai budek (kesulitan
mendengar), mulai pikun, mulai terserang tekanan darah tinggi, mulai cepat lelah,
mulai cepat bingung, mulai begini begitu!" Di samping berkurangnya fungsi organ
tubuh, tanggung jawab di usia 40 tahun juga semakin besar entah sebagai orang tua,
anak, dan pasangan. Apakah ungkapan yang menyatakan bahwa kehidupan dimulai
di usia 40 hanyalah slogan belaka untuk menutupi rasa frustasi karena kebutuhan
semakin besar sedangkan pendapatan menurun, atau hanya untuk menghibur diri
karena diliputi kekhawatiran akibat pertambahan usia dan penurunan fungsi organ
tubuh serta penampilan?
Suka atau tidak suka itulah kenyataan yang harus saya terima. Tetapi saya tidak
pasrah begitu saja, karena pasti ada hikmah dibalik semua itu. Pepatah mengatakan,
"Every adversity, every failure, every heartache carries with it the seed on an equal
or greater benefit. Setiap tantangan, kegagalan, dan kesedihan menciptakan awal
keberuntungan yang luar biasa."
Saya tak ingin berlama-lama menyesali segala yang hilang seiring bertambahnya
usia. Lebih mendisiplinkan diri melakukan pola kehidupan sehat sesegera mungkin
adalah ide yang melintas begitu saja di dalam benak saya kala itu. Bertambahnya
usia membuat saya berusaha lebih disiplin meluangkan setiap pagi berolah raga,
yaitu berjalan diatas treadmill sekurang-kurangnya 45 - 60 menit sambil menonton
televisi khususnya berita terhangat di dunia.

Sementara untuk kebugaran tubuh dari dalam, sebagai seorang vegetarian saya
selalu minum 5 jenis sari buah dansayur setiap bangun pagi. Saya juga
mengkonsumsi makanan kesehatan alami. Hal itu saya lakukan supaya tubuh
mendapatkan asupan gizi yang cukup dan seimbang, meskipun saya membatasi
konsumsi makanan untuk menjaga berat badan tidak lebih atau kurang dari 68
kilogram. Kebiasaan berolah raga, minum sari buah dan sayuran, serta
melengkapinya dengan makan makanan kesehatan cukup membantu upaya saya
menjaga energi dan stamina tubuh tetap bugar meski usia merangkak naik.
Di sela kesibukan, saya upayakan belajar dari buku, internet, atau fenomena
kehidupan sehari-hari. Saya lakukan hal itu secara berkesinambungan. Ilmu
pengetahuan yang telah saya peroleh dari aktifitas belajar merupakan sumber
semangat dan inspirasi untuk menulis buku. Jadi meskipun usia bertambah, ilmu
pengetahuan memungkinkan saya lebih produktif dalam bekerja dan menulis buku.
Semakin bertambah usia mendorong saya untuk memperbanyak waktu
mendekatkan diri kepada Tuhan YME. Aktifitas spiritual saat sembahyang dan
berdo'a menjadi sumber keseimbangan dan kedamaian hati. "Science without
religion is lame, religion without science is blind. Ilmu pengetahuan tanpa agama
akan timpang, sedangkan agama tanpa ilmu juga akan buta," kata Einstein. Di usia
yang merambat naik diatas 40, aktifitas menjalankan ibadah memperbesar kekuatan
di dalam diri saya untuk melaksanakan tanggung jawab dalam pekerjaan dengan
benar dan lebih baik, begitupun tanggung jawab sebagai ayah, anak atau sebagai
pasangan.
Pertambahan usia membuat saya ingin lebih lama bersama keluarga, sebab selama
ini saya lebih banyak menggunakan waktu untuk bekerja. Saya menyisakan lebih
banyak waktu bersama anak-anak dan istri. Bermain dan tertawa bersama mereka
membuat saya merasa lebih muda 10 tahun.
Meski usia sudah 44 tahun, saya masih dapat menciptakan kemajuan lebih besar,
menikmati kebahagiaan dan hidup lebih baik. Semua itu tidak selalu terkait dengan
uang, melainkan pola hidup dan makan yang sehat, serta memperbanyak waktu
untuk keluarga dan belajar serta mempertebal keimanan. Cara itu telah membuat
saya benar-benar menikmati fase hidup diatas usia 40 tahun. Serasa kehidupan
yang baru saya mulai.
Sumber: Kehidupan Baru Dimulai Umur 40 Tahun oleh Andrew How

Belajar dari Kesalahan Orang Lain


Salah satu premis buku-buku yang saya tulis adalah bagaimana mempermudah
hidup seseorang hanya dengan membaca. Buku-buku how-to, bisnis, dan motivasi
yang telah saya terbitkan, semua mempunyai premis yang tidak mengenal batasbatas
budaya dan geografis.
Lantas, mengapa membaca? Karena, dengan membaca tulisan-tulisan yang
bermuara dari pengalaman pribadi penulisnya, kita bisa mempelajari kesalahankesalahan
dan kegagalan-kegagalan mereka sehingga kita tidak perlu
mengulanginya. Jelasnya, dengan membaca kita diberi kesempatan untuk test drive
dengan simulator secara cuma-cuma, tanpa perlu mengalami kepahitan hidup
seperti yang mereka alami. Cukup dengan menerima informasi dengan hati terbuka
dan pikiran yang siap menyerapnya, kita mestinya sudah bisa belajar dari kesalahan
orang lain.
Lantas, apakah hanya dengan membaca? Jelas tidak. Setiap saat indera kita bekerja,
kita sedang belajar dari Universitas Kehidupan. Saya dan Anda, kita semua, dalam
setiap detik mengalami pembelajaran baik secara sadar maupun tidak sadar. Apa
yang kita lihat, dengar, dan rasakan, adalah materi pembelajaran. Bagaimana kita
memulung dan menggunakan hasil pulungan itulah yang menjadi bekal hidup di
masa kini dan masa yang akan datang. Istilah memulung dari kehidupan ini saya
pinjam dari Bung Andrias Harefa (terima kasih, istilah ini kena sekali).
Saya kenal banyak orang yang mengulangi kesalahan-kesalahan diri sendiri di masa
lampau. Apalagi kesalahan-kesalahan orang lain. Padahal, jelas-jelas hal-hal
tersebut terjadi di depan matanya sendiri. Misalnya, menurut data statistik,
seseorang yang mempunyai masa kecil kelabu-seperti seringnya dipukul oleh
orangtua-kemungkinan besar ketika mempunyai anak sendiri pun akan menjadi
orangtua yang gemar memukul. Seseorang yang mempunyai orangtua yang kawin
cerai, kemungkinan besar akan menjadi seseorang yang gemar kawin cerai pula.
Apalagi ada kata mutiara yang berkata, "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Ini
jelas merupakan suatu `indoktrinasi' yang terjadi secara tidak disengaja, namun
diperkuat oleh kultur yang mengungkung. Saya sendiri seringkali merasa
terkungkung oleh nosi yang salah kaprah ini. Bahkan sampai hari ini, kadang-kadang
masih timbul suatu keragu-raguan dalam bertindak hanya karena persepsi saya yang
salah atas kehidupan dan di mana saya berdiri.
Sering kali, saya merasa `tidak berdaya' karena masa lalu dan kekhawatiran akan
masa yang akan datang, yang sesungguhnya hanyalah berasal dari indoktrinasi
masa lalu yang salah. (Istilah indoktrinasi di sini saya gunakan dalam konteks yang
sangat relaks, yaitu bagaimana suatu proses penempatan konsep diri yang biasanya
`salah kaprah' tertanam sedalam-dalamnya sehingga sulit digeser.) Beberapa tahun
lalu, saya sangatlah memandang diri sendiri sebagai seseorang dengan latar
belakang keluarga yang tidak begitu sempurna serta tidak punya banyak uang,
sehingga saya merasa menjadi `diri yang cacat'.
Untungnya, dengan tempaan dan mengindoktrinasi diri saya kembali, saya belajar
ulang dari kehidupan dan menghapus segala macam informasi yang membuat
pikiran saya menjadi `cacat'. Ya, bukan saya yang cacat, namun pikiran saya.
Bagaimana saya belajar ulang atas buku kehidupan yang sudah separuh jalan ini
(dengan asumi usia normal manusia 70 tahun)? Mudah saja. Refleksi seperlunya

dan lakukan secara pragmatis. Jangan libatkan perasaan. Kalau dilibatkan pun,
usahakan seminimal mungkin.
Pertama: Setiap solusi pasti ada pemecahannya yang berasal dari pemikiran jernih
saat itu juga. Jelas, pemecahan ini bukan berasal dari pemikiran njelimet tidak karukaruan.
Apalagi kalau dibumbui segala macam nasihat orang lain-yang mungkin
pengalaman hidupnya getir dan pahit-sehingga saran-saran mereka malah
mengungkung hasil akhir dan bukan memberikan solusi.
Karena itu diperlukan latihan memenggal-menggal permasalahan dan mengkotakkotakkannya
dalam ukuran yang kecil, sehingga bisa dicerna dengan mudah. Pilahpilahkan
masalah besar menjadi beberapa masalah kecil, lantas dengan visualisasi
di dalam benak Anda, bayangkan Anda seorang raksasa yang sedang menghantam
masalah-masalah kecil tersebut dalam satu kali sapuan bersih.
Pada saat itu juga masalah hendaknya dipecahkan. Jika tidak memungkinkan, tulis
tindakan lanjutan yang sebenarnya sudah merupakan pemecahan masalah, namun
hanya ditunda sampai waktu dan kesempatan yang tepat. Sesudah itu, jangan
dipikir-pikirkan lagi sampai waktunya untuk diangkat kembali.
Kedua: Membandingkan masalah kita dengan masalah orang lain yang serupa. Dari
pergaulan sehari-hari dan memperhatikan bagaimana anggota keluarga kita
menjalankan kehidupan, kita bias dengan mudah membandingkan suatu situasi yang
kita alami dengan bagaimana cara mereka memecahkan masalah.
Tujuannya bukanlah untuk mengikuti cara mereka dalam memecahkan masalah.
Namun, untuk melihat secara obyektif bagaimana suatu pemecahan masalah
membawa dampak jangka panjang. Misalnya, seorang ibu yang suka memukul
anaknya. Dalam benaknya sudah tertanam anggapan bahwa itulah cara terbaik
dalam mendidik anak yang sedang bermasalah atau sedang nakal-nakalnya. Lantas,
ketika si anak itu sudah mempunyai anak sendiri, cara itu pula yang ia gunakan
untuk mendidik anaknya. Ini cara yang salah karena ia tidak melihat dampak jangka
panjang dari memukul anak ini secara obyektif. Malah, ia mengulangi luka-luka lama.
Intinya, kita mesti dengan jeli melihat bagaimana orang lain bertindak, mengamati
dampak dari perbuatan tersebut, dan mengambil sarinya untuk kepentingan kita
sendiri, terutama dalam memecahkan masalah. Jika cara pemecahan masalah
tersebut kelihatan overacting, seperti si ibu yang gemar memukul tadi, renungkan
cara lain yang lebih kena tanpa menggunakan kekerasan.
Ciri-ciri pemecahan masalah yang salah pun perlu diidentifikasi. Apa saja ciri-cirinya?
Antara lain adalah terlalu berlebihan, terlalu rumit, dan terlalu mementingkan
pandangan sendiri tanpa melibatkan persepsi orang lain. Anda pasti bisa tambahkan
lagi ciri-ciri lainnya apabila mampu melihat dengan obyektif dan saksama bagaimana
orang-orang di sekeliling Anda memecahkan masalah.
Idealnya, suatu masalah dipecahkan dengan solusi yang berasal dari nurani, dari
pemikiran yang obyektif serta jernih. Jangan memperpanjang dan memperumit
masalah. Pilah-pilah masalah besar menjadi masalah-masalah liliput yang bisa
diterjang dalam satu kali hempasan. Belajar dari kesalahan orang lain, jadikan itu
menjadi bagian kita, namun pilih pemecahan yang terbaik dalam situasi kita sendiri.
Hidup itu simpel saja, kok! Ada banyak simulator `gratis' yang bisa memperkenalkan
kita kepada begitu masalah yang belum kita alami. Test drive your life dengan

menggunakan kesalahan orang lain sebagai bahan pembelajaran. Dan, itulah
rahasia sukses saya dalam menghadapi setiap masalah.

Sumber: Belajar dari Kesalahan Orang Lain oleh Jennie S. Bev.

Menepati Janji


Rini sangat kesal. Sudah berkali-kali dia ditelepon seseorang bernama Susi yang
menawarkan suatu produk jasa kepadanya. Susi ini benar-benar bandel. Rini sudah
bilang bahwa dia tidak perlu, eh tetap saja ditawari. Katanya, siapa tahu kalau suatu
saat perlu. Rini bilang tidak punya uang, eh dia mengatakan bahwa Rini boleh
membayar sebagian dulu, tidak perlu langsung dilunasi.
Bahkan dia menyarankan agar Rini menggunakan uang tunjangan hari raya untuk
membeli produknya. Waktu Rini bilang dia biasa menggunakan uang tersebut untuk
pulang kampung dan ditabung, eh dia menyarankan agar Rini menggunakan
transport yang lebih murah saja untuk pulang kampung dan sebaiknya menabung
setiap bulan dari uang gajian daripada menabung setahun sekali. Bunganya lebih
besar, katanya. Aduuh, bisa aja dia ngomong.
Sebenarnya Rini bisa mengerti mengapa Susi sangat gigih. Dia sendiri juga bekerja
di bagian penjualan. Rini cukup terkenal sebagai penjual yang paling gigih dan paling
berprestasi, karena itu dia dipromosikan sebagai penyelia. Semua orang di
perusahaan itu mengagumi prestasinya. Tapi giliran bertemu Susi, Rini gelenggeleng
kepala. Kalah deh dia.
Karena Rini memang tidak tertarik dengan produk yang ditawarkan Susi, maka dia
selalu menolak. Karena tidak tahan, Rini ingin mengakhirinya. Maka, Rini kemudian
menyatakan dengan tegas bahwa dia tidak mau. Rini tahu bahwa dia tidak perlu lagi
mengemukakan alasan apapun. Dia hanya berkata dengan tegas bahwa dia tidak
mau membeli. "Mengapa?" tanya Susi. "Ga apa-apa. Pokoknya tidak mau," jawab
Rini.
Akhirnya Susi menanyakan apakah dia boleh menelpon lagi minggu depan. Rini
mengatakan:"Tidak usah". "Bagaimana kalau bulan depan?" "Tidak perlu". Susi
beluim putus asa. "Bagaimana kalau tiga bulan lagi?" "Percuma", kata Rini, "Saya
tidak akan beli"."Kalau saya menelepon setahun lagi?", tanya Susi. Tawa Rini hampir
meledak. Setahun lagi? Lama amat? "Boleh deh" katanya. Masih lama ini. Mana
mungkin dia ingat.

Sejak hari itu, Rini terbebas dari Susi. Tapi dia belajar satu hal, kegigihan Susi
membuatnya ingin meningkatkan dirinya. Susi tidak pernah sakit hati. Susi selalu
tersenyum. Sikapnya terhadap orang lain tidak berubah meskipun orang lain tidak
senang terhadapnya.
Susi tetap ramah dan sopan. Kelihatan sekali, Susi sangat menyenangi
pekerjaannya. Susi tidak menganggap proses menjual sebagai beban, sehingga dia
bisa merasa sakit hati apabila gagal. Tidak. Susi menganggapnya sebagai sesuatu
yang wajar.
Pernah Rini bertanya kepada Susi mengenai hal ini. Tapi Susi dengan gembira
menjawab bahwa tak ada seorangpun yang harus membeli produknya. Kalau
mereka tidak mau, ya tidak apa-apa. Memangnya setiap orang harus mau kalau
ditawari suatu produk? Mana ada aturan begitu? Kalau suka, pasti orang akan
membelinya, kalau tidak suka ya tidak apa-apa.
Rini ingin berusaha lebih baik. Bukan supaya dipuji atau dikagumi. Tapi supaya dia
bisa merasakan kenikmatan dalam melakukan pekerjaannya. Dalam hatinya Rini
tahu, dia belum seperti Susi yang tampak begitu menyukai pekerjaannya. Rini mulai
mendisiplin dirinya sendiri. Pada saat-saat ingin bermalasan, maka Rini sengaja
bekerja lebih giat, lebih banyak menelepon, lebih banyak bertemu calon pelanggan.
Pada saat lelah, Rini beristirahat sebentar hanya untuk memulihkan staminanya.
Setelah itu langsung mulai bekerja lagi.
Belum satu bulan, Rini sudah mampu meningkatkan prestasinya lebih jauh. Diam-dia
dia berterima kasih pada Susi. Susilah yang membangkitkan semangat kerjanya.
Entah dimana kini Susi berada.
Tiga hari yang lalu, tiba-tiba ada orang menelepon ke kantor. Ternyata Susi! Susi
hanya berkata: "Mbak Rini, saya Susi dari PT ........Saya pernah berjanji kepada
mbak Rini untuk menelepon mbak setahun lagi kan? Hari ini sudah tepat satu tahun
sejak saya berjanji dulu. Makanya hari ini saya menelepon mbak Rini."
Hebat! Rini sudah lupa janji itu. Siapa sih yang mau mengingat-ingat janji pertemuan
tahun lalu? Rini memang tidak menyangka kalau Susi akan menepati janjinya. Dulu
waktu Susi berjanji, Rini menertawakannya. Kini, Rini mengaguminya. Salut deh.
Rini sampai malu rasanya. Selama ini Rini memang sering melupakan janjinya.
Sering sekali sih tidak, tapi ada beberapa kali jugalah. Kini Rini berniat lebih
menepati semua janjinya. Dia ingin seperti Susi. Begitu selesai mengucapkan janji,
Susi selalu langsung menuliskan janji tersebut di buku agendanya agar tidak lupa.
Setiap awal tahun, Susi selalu memindahkan semua janji yang belum ditepati ke
agenda yang baru. Pantas, tidak ada janji yang terlupakan. Keep your promise!
Never forget!
Sumber: Menepati Janji oleh Lisa Nuryanti, Pemerhati Etika dan Kepribadian

Karir, Bisnis atau Keluarga?


Hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya
sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga. -St. Paul-
"Sama sekali tidak ada penyesalan di hati saya," kata seorang mantan wanita karir
kepada saya saat saya menanyakan apakah ada penyesalan setelah ia
meninggalkan pekerjaannya demi mengasuh anaknya yang baru berusia lima bulan.
Ketika saya tanyakan lebih lanjut, apa motivasi utama sehingga ia dengan tekad
bulat mengucapkan selamat tinggal kepada karir yang telah dirintisnya sejak
bertahun-tahun silam, dengan santai ia berujar, "Sekarang peran saya sudah
berubah. Jadi buat apa disesali? Daripada saya di kantor tapi pikiran saya masih di
rumah."
Mirip dengan kisah di atas, baru-baru ini seorang wanita karir dan suaminya
mendatangi saya lalu kami berdiskusi panjang-lebar mengenai apakah sang istri
harus rela melepaskan karirnya demi membantu sang suami mengembangkan
bisnisnya. Setelah diskusi panjang-lebar, kami mengambil kesimpulan bahwa
kehadiran sang istri di perusahaan sang suami memiliki beberapa manfaat sangat
positif. Mulai dari menjaga keharmonisan keluarga (karena tidak lagi terpisah jarak),
menaikkan semangat kerja sang suami hingga memungkinkan sang suami untuk
lebih berkonsentrasi pada segi pemasaran. Artinya, sang istri dengan latar belakang
pekerjaan selama ini akan lebih mudah mengurusi segala hal yang berhubungan
dengan keuangan dan administrasi sementara sang suami bisa lebih fokus untuk
menawarkan produknya kepada calon konsumen. "Sejauh ini saya memang sudah
memiliki asisten di kantor, namun kurang maksimal. Saya yakin kalau istri saya ikut
terlibat tentu hasilnya akan jauh lebih baik," ujar sang suami.
Artikel ini saya tulis bukan dengan tendensi mengatakan wanita tidak boleh berkarir
atau berbisnis. Sama sekali tidak! Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk
sejenak merenungkan kembali prioritas dalam hidup kita. Benar kata orang bijak,
kalau hidup ini memang penuh dengan pilihan. Dan setiap pilihan mengandung
konsekuensi tersendiri, entah kita sadari atau tidak.
Ada kisah mengenai sepasang ayah ibu yang begitu giatnya bekerja. Hampir saban
hari, mereka berangkat kerja pagi-pagi ketika putri tunggalnya yang masih duduk di
bangku kelas dua sekolah dasar sedang tidur. Alhasil, mereka hampir tidak pernah
punya waktu untuk sekedar bersantap pagi dengan sang putri tercinta. Dan biasanya,
mereka baru tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, saat sang putri sudah
mulai terlelap dalam tidurnya.
Pada suatu pagi di hari minggu, sang ibu melihat gambar hasil karya anaknya itu.
Dalam gambar tersebut ada gambar rumah mereka dan gambar sang putri yang
sedang bermain bersama sang pembantu. Tidak ada gambar dirinya serta sang
suami. Ibu bertanya kepada sang putri, "Mengapa dalam gambar tersebut tidak ada
ayah dan ibu?" Dengan wajah tidak berdosa, sang putri langsung menjawab, "Habis,
ayah dan ibu ngga pernah di rumah, sih."
Ada fenomena lucu sekaligus menyedihkan. Sering kali saya melihat orang kaya
yang begitu memanjakan anak mereka dengan berbagai fasilitas dan uang. Padahal
yang paling dibutuhkan oleh anak-anak mereka adalah kehadiran mereka. Kehadiran
sebagai wujud kasih seringkali menjadi "obat" paling mujarab bagi jiwa mereka
sekaligus benteng perlindungan saat mereka beranjak remaja. Sayangnya, ketika

kasih tersebut tidak mereka dapatkan, mereka cenderung mencarinya di tempat lain
yang bisa jadi akan berakibat fatal, seperti terjerumus dalam kenakalan remaja,
narkoba, dsb. Ketika hal tersebut terjadi, maka tampak nyatalah kalau materi, uang,
fasilitas dsb tidak ada artinya lagi. Lalu, mereka mencoba kembali merajut benang
kasih yang selama ini telah menjadi begitu kusut karena tidak diperhatikan. Kasihan
sekali!
Diakui atau tidak, pada akhir hidup seseorang, ia biasanya ingin dikenang sebagai
ayah dan ibu yang baik serta sahabat yang baik. Bukan karena ia hebat, punya karir
yang bagus, punya harta berlimpah, dan seterusnya. Tampaknya nasihat dari mentor
saya Dr. John C. Maxwell patut juga kita renungkan, "Success is those closest to you
love and respect you the most." Ya, sukses akan kita dapatkan ketika mereka yang
paling dekat dengan kita mengasihi dan menghormati kita lebih dari yang lain.
Bagaimana menurut Anda? ***
Sumber: Karir, Bisnis atau Keluarga? oleh Paulus Winarto.

Touching Story from India


Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran: berapa lama lagi kamu baca
koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang utk makan.
Aku taruh koran danmelihat anak perempuanku satu-satunya, namanya Sindu.
Tampak ketakutan, air matanya banjir didepannya ada semangkuk nasi berisi nasi
susu asam / yogurt (nasi khas India/curd rice).
Sindu anak yg manis dantermasuk pintar dlm usianya yg baru 8 thn. Dia sangat tidak
suka makan curd rice ini. Ibu danistriku msh kuno, mereka percaya sekali kalau
makan curd rice ada "cooling effect". Aku mengambil mangkok dan berkata Sindu
sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak,
nanti ibumu akan teriak-tarik sama ayah. Aku bisa merasakan istriku cemberut
dibelakang punggungku.
Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dgn tangannya dan berkata boleh
ayah akan saya makan curd rice ini tidak hanya bbrp sendok tapi semuanya akan
saya habiskan, tapi saya akan minta agak ragu-ragu sejenak akan minta sesuatu
sama ayah bila habis semua nasinya.
Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya? Aku menjawab oh pasti
sayang. Sindu tanya sekali lagi betul nih ayah? Yah pasti sambil menggenggam
tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sbg tanda setuju. Sindu juga
mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang
merengek sambil berkata tanpa emosi, janji kata istriku.
Aku sedikit khawatir dan berkata: Sindu jangan minta komputer atau barang-barang
lain yg mahal yah, karena ayah saat ini tdk punya uang. Sindu menjawab : jangan
khawatir, Sindu tdk minta barang-barang mahal kok. Kemudian Sindu dgn perlahanlahan
dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi
susu asam itu
Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu utk makan
sesuatu yang tidak disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia
mendekatiku dgn mata penuh harap. Dan semua perhatian (aku, istriku dan juga
ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakin pada
hari Minggu.
Istriku spontan berkata permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin.
Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dlm keluarga kita, dia terlalu banyak nonton
TV. Dan program-program TV itu sudah merusak kebudayaan kita.
Aku coba membujuk : Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua
akan sedih melihatmu botak. Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, tidak ada 'yah, tak
ada keinginan lain kata Sindu.
Aku coba memohon kepada Sindu : tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk
mengerti perasaan kami. Sindu dgn menangis berkata : ayah sudah melihat bgmn
menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk
memenuhi permintaan saya, kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah
sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus
memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi, seperti Raja
Harishchandra untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya,
bahkan nyawa anaknya sendiri.

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku: janji kita harus
ditepati. Secara serentak istri dan ibuku berkata : apakah aku sudah gila? Tidak
jawabku kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana
menghargai dirinya sendiri. Sindu permintaanmu akan kami penuhi.
Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.
Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan
ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas
lambaian tangannya. Tiba-tiba seorang anak laki-laki keluar dari mobil sambil
berteriak, Sindu tolong tunggu saya. Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak lakilaki
itu botak. Aku berpikir mungkin "botak" model jaman sekarang.
Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata : anak
anda, Sindu, benar-benar hebat. Anak laki-laki yang jalan bersama-sama dia
sekarang, Harish, adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia. Wanita itu
berhenti sejenak, menangis tersedu-sedu, bulan lalu Harish tidak masuk sekolah,
karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi
kesekolah takut diejek/dihina oleh teman-teman sekelasnya.
Nah Minggu lalu Sindu datang kerumah dan berjanji kepada anak saya untuk
mengatasi ejekan yang mungkin terjadi, hanya saya betul-betul tidak menyangka
kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan
dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati
mulia. Aku berdiri terpaku dan aku menangis. Malaikat kecilku tolong ajarkanku
tentang kasih.

Aktualisasi Potensi Diri

Pada kesempatan sebelumnya kita telah bahas tahapan mengenali diri,
memposisikan diri, dan mendobrak diri. Kini kita bahas tahap terakhir penerapan
strategi Sun Tzu untuk personal development, yaitu aktualisasi diri.
Tahap aktualisasi diri merupakan proses realisasi potensi diri setelah kita mampu
melakukan tindakan-tindakan cepat, berani ambil risiko, dan mampu mengambil
pelajaran atas keberhasilan dan kegagalan kita. Dalam proses perwujudan inilah kita
dituntut untuk melakukan segala sesuatunya secara profesional, efektif, dan efisien.
Sebab, ini sangat berkaitan dengan peluang atau kesempatan yang kita peroleh.
Ingat, peluang dan kesempatan tidak datang setiap kali kita inginkan dan sesering
yang kita harapkan. Kesempatan memiliki segi kemanfaatan yang tinggi di hadapan
orang yang mampu memposisikan diri dengan tepat, bertindak cepat, mau belajar,
serta siap mengambil risiko. Kesempatan tidak memiliki nilai apapun di hadapan
orang yang tidak siap menerimanya.
Tahap aktualisasi diri menuntut kemampuan kita untuk menjalin koneksi atau relasi
yang bernilai lebih. Ada kalanya potensi, kemampuan, ketrampilan, dan nilai lebih
kita, macet gara-gara tidak menemukan saluran aktualisasi yang sepantasnya.
Relasi dan koneksi kadang bisa berfungsi seperti jalan dan jembatan menuju ke
sasaran yang kita inginkan. Di sinilah arti penting koneksi atau relasi dengan orang
lain, terutama sekali relasi-relasi yang berkualitas. Relasi atau koneksi yang
berkualitas merupakan daya ungkit yang bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak
keberhasilan kita.
Berikutnya, pengembangan diri tidak bisa terlepas dari kekuatan ketahanan mental.
Pada artikel terdahulu kita sudah membahas betapa kesuksesan yang tidak disertai
dengan ketahanan mental menjadi kesuksesan yang rapuh fondasinya. Keberhasilan
yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan adalah keberhasilan yang
kering, tidak bermakna, tidak memuaskan sepenuhnya, dan akhirnya menjadi
sesuatu yang destruktif. Sebab itulah, ketahanan mental harus kita tempa dan kita
tanamkan semenjak kita memulai setiap perjuangan. Caranya adalah dengan
memelihara spirit sebagai manusia pembelajar yang sejati.
Cara lain yang penting untuk menempa ketahanan mental kita adalah dengan selalu
berdoa, selalu mengucap syukur, dan bermeditasi. Kesuksesan harus dicapai,
diwujudkan, dan diterima dengan doa, rasa syukur, dan pendalaman batin melalui
meditasi. Ini merupakan penyeimbang antara tarikan-tarikan energi fisik-material
dengan energi mental-spiritual. Ketiganya menjadi sebuah mekanisme pembaharuan
diri terus-menerus menuju kepada kedalaman atau kesejatian diri kita.

Sumber: Aktualisasi Potensi Diri oleh Andrie Wongso