Senin, 10 Juli 2017

Menepati Janji


Rini sangat kesal. Sudah berkali-kali dia ditelepon seseorang bernama Susi yang
menawarkan suatu produk jasa kepadanya. Susi ini benar-benar bandel. Rini sudah
bilang bahwa dia tidak perlu, eh tetap saja ditawari. Katanya, siapa tahu kalau suatu
saat perlu. Rini bilang tidak punya uang, eh dia mengatakan bahwa Rini boleh
membayar sebagian dulu, tidak perlu langsung dilunasi.
Bahkan dia menyarankan agar Rini menggunakan uang tunjangan hari raya untuk
membeli produknya. Waktu Rini bilang dia biasa menggunakan uang tersebut untuk
pulang kampung dan ditabung, eh dia menyarankan agar Rini menggunakan
transport yang lebih murah saja untuk pulang kampung dan sebaiknya menabung
setiap bulan dari uang gajian daripada menabung setahun sekali. Bunganya lebih
besar, katanya. Aduuh, bisa aja dia ngomong.
Sebenarnya Rini bisa mengerti mengapa Susi sangat gigih. Dia sendiri juga bekerja
di bagian penjualan. Rini cukup terkenal sebagai penjual yang paling gigih dan paling
berprestasi, karena itu dia dipromosikan sebagai penyelia. Semua orang di
perusahaan itu mengagumi prestasinya. Tapi giliran bertemu Susi, Rini gelenggeleng
kepala. Kalah deh dia.
Karena Rini memang tidak tertarik dengan produk yang ditawarkan Susi, maka dia
selalu menolak. Karena tidak tahan, Rini ingin mengakhirinya. Maka, Rini kemudian
menyatakan dengan tegas bahwa dia tidak mau. Rini tahu bahwa dia tidak perlu lagi
mengemukakan alasan apapun. Dia hanya berkata dengan tegas bahwa dia tidak
mau membeli. "Mengapa?" tanya Susi. "Ga apa-apa. Pokoknya tidak mau," jawab
Rini.
Akhirnya Susi menanyakan apakah dia boleh menelpon lagi minggu depan. Rini
mengatakan:"Tidak usah". "Bagaimana kalau bulan depan?" "Tidak perlu". Susi
beluim putus asa. "Bagaimana kalau tiga bulan lagi?" "Percuma", kata Rini, "Saya
tidak akan beli"."Kalau saya menelepon setahun lagi?", tanya Susi. Tawa Rini hampir
meledak. Setahun lagi? Lama amat? "Boleh deh" katanya. Masih lama ini. Mana
mungkin dia ingat.

Sejak hari itu, Rini terbebas dari Susi. Tapi dia belajar satu hal, kegigihan Susi
membuatnya ingin meningkatkan dirinya. Susi tidak pernah sakit hati. Susi selalu
tersenyum. Sikapnya terhadap orang lain tidak berubah meskipun orang lain tidak
senang terhadapnya.
Susi tetap ramah dan sopan. Kelihatan sekali, Susi sangat menyenangi
pekerjaannya. Susi tidak menganggap proses menjual sebagai beban, sehingga dia
bisa merasa sakit hati apabila gagal. Tidak. Susi menganggapnya sebagai sesuatu
yang wajar.
Pernah Rini bertanya kepada Susi mengenai hal ini. Tapi Susi dengan gembira
menjawab bahwa tak ada seorangpun yang harus membeli produknya. Kalau
mereka tidak mau, ya tidak apa-apa. Memangnya setiap orang harus mau kalau
ditawari suatu produk? Mana ada aturan begitu? Kalau suka, pasti orang akan
membelinya, kalau tidak suka ya tidak apa-apa.
Rini ingin berusaha lebih baik. Bukan supaya dipuji atau dikagumi. Tapi supaya dia
bisa merasakan kenikmatan dalam melakukan pekerjaannya. Dalam hatinya Rini
tahu, dia belum seperti Susi yang tampak begitu menyukai pekerjaannya. Rini mulai
mendisiplin dirinya sendiri. Pada saat-saat ingin bermalasan, maka Rini sengaja
bekerja lebih giat, lebih banyak menelepon, lebih banyak bertemu calon pelanggan.
Pada saat lelah, Rini beristirahat sebentar hanya untuk memulihkan staminanya.
Setelah itu langsung mulai bekerja lagi.
Belum satu bulan, Rini sudah mampu meningkatkan prestasinya lebih jauh. Diam-dia
dia berterima kasih pada Susi. Susilah yang membangkitkan semangat kerjanya.
Entah dimana kini Susi berada.
Tiga hari yang lalu, tiba-tiba ada orang menelepon ke kantor. Ternyata Susi! Susi
hanya berkata: "Mbak Rini, saya Susi dari PT ........Saya pernah berjanji kepada
mbak Rini untuk menelepon mbak setahun lagi kan? Hari ini sudah tepat satu tahun
sejak saya berjanji dulu. Makanya hari ini saya menelepon mbak Rini."
Hebat! Rini sudah lupa janji itu. Siapa sih yang mau mengingat-ingat janji pertemuan
tahun lalu? Rini memang tidak menyangka kalau Susi akan menepati janjinya. Dulu
waktu Susi berjanji, Rini menertawakannya. Kini, Rini mengaguminya. Salut deh.
Rini sampai malu rasanya. Selama ini Rini memang sering melupakan janjinya.
Sering sekali sih tidak, tapi ada beberapa kali jugalah. Kini Rini berniat lebih
menepati semua janjinya. Dia ingin seperti Susi. Begitu selesai mengucapkan janji,
Susi selalu langsung menuliskan janji tersebut di buku agendanya agar tidak lupa.
Setiap awal tahun, Susi selalu memindahkan semua janji yang belum ditepati ke
agenda yang baru. Pantas, tidak ada janji yang terlupakan. Keep your promise!
Never forget!
Sumber: Menepati Janji oleh Lisa Nuryanti, Pemerhati Etika dan Kepribadian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar